Komisi IV Masih Buka Aspirasi Sempurnakan RUU Perlindungan Petani
Wakil Ketua Komisi IV Ibnu Multazam menargetkan Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan dan Pemberdayaan Petani selesai dalam 2-3 persidangan ke depan. Ia mengatakan bahwa RUU ini merupakan inisiatif dari anggota DPR-RI, dan sudah dibahas di panja. Hal itu ia sampaikan Ibnu dalam Dialektika Demokrasi yang disiarkan RRI Jumat (15/2).
“Masih ada waktu, sehingga masyarakat masih bisa menyampaikan aspirasi untuk menyempurnakan RUU ini. Mengingat UU ini cukup strategis, sebagai tindak lanjut UU Pangan yang sudah kita sahkan, dan menuju kedaulatan pangan kita,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Ibnu mengakui bahwa sebelumnya memang belum ada UU tentang perlindungan terhadap petani ini. Anggota dewan berharap dengan lahirnya UU ini para petani mendapatkan keamanan dan kenyamanan untuk memproduksi pangan. Karena pangan merupakan komoditas yang strategis, dan merupakan bagian dari pertahanan dan ketahanan negara Indonesia.
Ada beberapa hal yang menjadi sorotan Komisi IV dalam merancang RUU ini, diantaranya pasal untuk melindungi petani lokal dari serbuan komoditas impor, sehingga tidak dikalahkan oleh komoditas yang datang dari luar negeri itu.
“Diharapkan dengan adanya RUU ini, petani dapat terlindungi dalam menghadapi permasalahan dalam memperoleh sarana prasarana, fluktuasi harga, praktek pendanaan, dan lain sebagainya. Petani sulit mendapatkan akses dana dari pemerintah ataupun perbankan, sehingga kita juga akan menyusun asuransi pertanian dalam RUU ini. Asuransi ini untuk menjamin petani jika ada kegagalan panen, ” jelas Ibnu.
Asuransi pertanian ini berfungsi tatkala petani melakukan program pemerintahuntuk surplus 10 juta ton beras. Misal petani diminta oleh pemerintah untuk menanam varietas padi tertentu, namun ternyata mengalami kegagalan, karena benih yang diberikan kurang bagus, ataupun karena hama, atau sebab lainnya, maka asuransi akan meng-cover kerugian yang dialami petani.
Menyinggung mengenai pendanaan ke petani, Ibnu mengaku dulu pemerintah sudah membentuk lembaga keuangan yang disponsori oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI), melalui cabang-cabang yang ada di Kecamatan. Sedianya BRI fokus untuk memberikan pendanaan kepada petani, dalam rangka memproduksi pangan.Namun, seiring perjalanan waktu fungsi pendanaan ini tidak dilaksanakan sepenuhnya oleh BRI. Sehingga Komisi IV perlu melakukan inisiasi dengan lembaga keuangan mikro.
Harapan dengan adanya lembaga keuangan mikro ini, tidak ada lagi sistem ijon, tengkulak yang nakal kepada petani, maupun masalah lainnya. Pengalaman selama ini, petani kesulitan dalam mendapatkan modal, sehingga bekerjasama dengan tengkulak. Dengan permasalahan seperti ini, padi yang ditanam oleh petani, bukan menjadi milik petani lagi, namun sudah menjadi milik tengkulak, maka hal ini akan sangat menyulitkan petani.
“Semual pasal dalam RUU ini masih dalam tahap pembahasan.Pembentukan lembaga keuangan mikro ini masih dalam proses. Kami masih menunggu persetujuan juga dari pemerintah,” tutup Ibnu(sf), foto : wy/parle/hr.